Pembinaan Mu’alaf pada Daerah Perbatasan Aceh-Sumatera Utara

shares |

<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script> <!-- 200x200ads --> <ins class="adsbygoogle" style="display:inline-block;width:200px;height:200px" data-ad-client="ca-pub-6036641652446412" data-ad-slot="3972199218"></ins> <script> (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); </script>

PENDAHULUAN
Pembinaan muallaf didaerah perbatasan merupakan kebutuhan yang pasti  agar tetap tersebarnya Islam dimuka Bumi, begitu pula di Provinsi Aceh yang merupakan Provinsi pertama dan satu-satunya telah diberikan kekhususan menegakkan syariat Islam berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999. Salah satu Dari 23 kabupaten/kota di Aceh ialah Kota Subulussalam yang terbentuk sejak tahun 2007. Terletak diperbatasan antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara. Karena letaknya tersebut maka dikecamatan ini penduduknya paling dominan menganut dua keyakinan yaitu Islam dan Kristen.
Tahun 2011, jumlah penduduk di kecamatan Penanggalan berjumlah 13.232 jiwa, laki-laki 6.846 jiwa dan perempuan 6.387 jiwa.[1] Agama yang dianut penduduknya ialah Islam 80 %, Kristen protestan 12 %, Kristen Katolik 8 %.[2] Keadaan demikian menyebabkan sebagian masyarakat tidak merasakan ketentraman, karena tinggal dekat lingkungan gereja.[3]
Kondisi aktivitas dakwah di kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam belum berjalan maksimal, dimana dikecamatan ini acara perayaan umat nasrani lebih meriah dan mewah daripada kegiatan dakwah umat islam. Bahkan pemuda muslim ikut menyemarakkan acara natal tersebut meski ia muslim.
Meski wilayah Aceh sebagai daerah syariat Islam. Terbukti sampai hari ini masyarakat Penanggalan dan sekitarnya masih banyak yang menganut agama Kristen. Sedangkan  umat Kristen yang masuk agama Islam atau yang di katakan mu’alaf hanya sekedar Islam saja tetapi tidak mengetahui atau mendalami keseluruhan ajaran Islam itu sendiri diakibatkan kurangnya dakwah atau ajaran dari ulama sekitar Kecamatan Penanggalan.

Pembinaan Agama pada Muallaf
Dakwah merupakan sesuatu hal yang wajib dilaksanakan umat muslim mengingat ayat sueah ali-imran 103 dan 110 menunjukkan umat islam adalah golongan umat terbaik dan wajib melakukan dakwah. Dalam al-Qur’an kata da’a diartikan dengan beberapa pengertian antaralain Menyeru ( QS. Ali-Imran, (3) : 104 ), Memanggil  ( QS. Ar-Rum, (30) : 25 ) dan Dawah (QS. Maryam,(19): 91).
            Dalam melakukan dakwah dikenal beberapa teknik penyampaian  diantaranya: Dakwah Fardiyah, ‘Ammah, bil Kitabah dan bil Qudwah.
Sebagai orang yang baru masuk kepada agama Islam tentunya masih banyak tantangan dan terbatasnya kemampuan dalam melaksanakan ibadah yang sesuai dengan tuntunan agama Islam. Untuk itu perlunya pembinaan yang intens dari para da’i agar muallaf tetap istiqamah dijalan agama yang lurus ini.
Muallaf adalah orang yang dibujuk hatinya atau orang yang baru masuk Islam.[4] Secara popular dalam masyarakat Indonesia, istilah mualaf biasanya dipahami sebagai “ orang yang baru masuk Islam.[5]
Dengan pernyataan diatas, maka para da’ilah yang berkewajiban memberikan arahan kepada muallaf, bukan sekedar karena rasa nilai kemanusian, namun atas dasar kewajiban bagi segenap umat muslim. (Roibin, Sosiologi Hukum Islam: 37)
Problematika Kehidupan Muallaf dan peran da’I dalam pembinaan muallaf
Memeluk Islam bukan hanya sekedar menambalkan titel sebagai seorang muslim akan tetapi harus diimplementasikan dengan berbagai ibadah kepada Allah, baik ibadah wajib maupun sunat. Dalam membentuk kepribadian muslim pada hakikatnya merupakan perwujudan dari konsekuensi seorang muslim, yakni bahwa orang muslim ia harus memegang erat identitas kemuslimannya dalam seluruh aktivitas kehidupannya. Identitas itu menjadi kepribadian yang tampak pada pola berpikir (aqliyyah) dan bersikapnya (nafsiyyah) yang dilandaskan pada ajaran Islam.(Mujiburrahman, Pendidikan Berbasis Syari’at Islam, 2011: 48)

Dikota Subulussalam tahun 2010 data muallaf yang berada dalam pembinaan hanya dua orang, sedangkan pada tahun 2011  menjadi sepuluh orang, pada tahun 2012  menjadi dua puluh tujuh orang, sedangkan pada tahun 2013 hanya sebelas orang.
Para muallaf masih banyak mengalami problematika di bidang pendalaman ajaran agama, di antaranya pelaksanaan ibadah shalat dan membaca al-Qur’an. Para muallaf kebanyakan tidak mampu melaksanakan ibadah shalat baik shalat pardhu maupun shalat sunnat lainnya secara kontinu bahkan hampir setiap Jum’at para muallaf tidak pernah melaksanakan shalat Jum’at dan jika ada hannya sebatas menampakkan diri semata. Kendala lain yang dirasakan muallaf ialah mendapatkan intimidasi, terutama dari keluarga, sahabat karib, dan teman-teman dari agamannya yang lama, dan kesulitan dalam bidang ekonomi.[6]
Dengan permasalahan diatas, maka para da’ilah yang berkewajiban memberikan arahan kepada muallaf agar mereka tidak mengalami problematika dalam melaksanakan ibadah fardhu dan sunat. Memberikan bimbingan konseling Islam, membantu para muallaf bukan hanya sekedar menerapkan dari rasa nilai kemanusian, tetapi di dalam Islam membantu para muallaf itu adalah kewajiban bagi segenap umat muslim.[7]
Da’i sangat berperan dalam pembinaan muallaf yang berada di daerah perbatasan kota Subulussalam, terutama di kecamatan Penanggalan, Da’i tetap di kecamatan tersebut ialah berjumlah 35 orang dan di setiap desanya terdapat lebih dari satu orang da’i yang bertugas dalam satu mesjid tetapi hal ini masih kurang efektif dalam melakukan pembinaan muallaf. Selain itu dibantu juga oleh Pihak Dinas Syari’at Islam Propinsi dan pemerintah kota Subulussalam dengan mengutus da’i perbatasan untuk membina muallaf yang berada di kecamatan Penanggalan dan sekitar kota Subulussalam. Untuk menjalankan tugas pokok da’i.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh[8] menyebutkan bahwa “pembinaan yang dilakukan hanya seputar cara wudhu’, cara-cara bersuci, rukun shalat, praktek shalat lima waktu, dan cara membaca al-Qur’an. Namun dalam pembinaan ternyata terdapat kelemahan dalam pembinaan muallaf yang dilakukan oleh da’i perbatasan, hanya berhasil pada kaum lelaki, sedangkan pada muallaf perempuan tidak selalu khusus pada wirit akbar saja.
Pembinaan yang dilakukan oleh da’i  terhadap muallaf adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memberikan penerangan agama yang lebih dalam yang bermanfaat kepada muallaf, pembinaan dilakukan di mesjid, ceramah, saling mengingatkan, dengan menggunakan metode persuasive dengan cara tatap muka antara da’i dan muallaf. untuk menjadi muslim/muslimah yang sejati, sebagaimana yang telah di katakan dalam al-qur’an QS. An -Nahl : 125 untuk menyeru manusia kejalan Tuhanmu agar orang-orang yang mendapat hidayah petunjuk.
PENUTUP                                              


Berdasarkan hasil paparan diatas dapat disimpulkan bahwa da’i sangat berperan dalam pembinaan muallaf, membina Aqidah ahklak, norma-norma agama, cara beribadah yang benar, cara bersuci, pendalaman ajaran Agama Islam yang dilakukan dengan metode persuasif dan pembinaan muallaf juga di lakukan oleh dinas Syari’at Islam dan penggerak Agama yang ada di daerah kota Subulussalam terutama di kecamatan Penanggalan.
Diharapkan kepada lembaga-lembaga pelaksanaan dakwah baik yang berada di bawah pemerintahan, maupun sosial, agar terus meningkatkan upaya pembinaan terhadap muallaf yang berada di daerah perbatasan secara berkelanjutan. membentuk daiyah perbatasan untuk melancarakan pembinaan pada muallaf wanita, memberikan harus lebih khusus dan memiliki jadwal dan waktu tertentu, agar muallaf bisa lebih memahami dan mendalami lagi tentang ajaran agama islam yang baru di jalaninya.


[1] Statistik Daerah Kecamatan Penanggalan 2010,  ibid  hal. 3.
[2] Suku Padang, Manduamas, Karo,  Pak-Pak, Batak, Nias, Jawa, Alas, dan suku Singkil
[3] Sebaran jumlah rumah ibadah di kecamatan Penanggalan adalah 19 unit rumah ibadah Islam yaitu 14 mesjid, 5 mushalla. Rumah ibadah Kristen 6 unit yaitu 2 gereja dan 4 sangggar. Lihat Sumber : Dinas Depertemen Agama, Pemerintah Kota Subulussalam, data berdasarkan tahun 2012
[4]Munawir dan Muhammad Fairuz, Kamus Al-Munawir Indonesia-Arab, (Surabaya : Pustaka Progressif, 2007), hal. 584.
[5]Hasimsyah dkk,  Ensiklopedi Islam,  (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), hal.48 .
[6] www. http://idc.voa-Islam.com/read/idc/107/hijrah-memeluk-Islam-muallaf-mantan-Kristen
[7] Roibin, Sosiologi Hukum Islam, (UIN Malang Press: Yogyakarta, 2008), hal. 37
[8] Salmawati mahasiswa fakultas dakwah dan komunikasi jurusan Bimbingan dan penyuluhan ISLAM 2014/1435 H

Related Posts

0 komentar: