Minggu, 15 Juli 2018

mendidik dengan hati mengajar dengan pikiran

Pendidikan merupakan pilar pencipta peradaban, melahirkan tokoh-tokoh, ilmuan dan generasi emas masa akan datang, sosok yang sangat berperan didalamnya ialah guru. Guru sebagai distributor dalam menciptakan kader berkarakter, dialah agent of cheange sesungguhnya. Pantaslah kaisar Jepang Hirohito menanyakan pertama sekali apa masih ada guru didalam negaranya saat terjadi kerusakan selepas perang dunia kedua. Bukan dokter, tentara, rumah sakit, ataupun lainnya tetapi gurulah yang ditanya. (Kompasiana.com, 2013) Seorang tokoh pendidikan  Dr. Khursyi Ahmad, MA berkata “melalui pendidikan manusia ditanam dan dengan pendidikan masa depan dibangun.”
            Pendidikan tidak terlepas dari sosok yang sangat besar peranan didalamnya, ia tidak pernah lelah untuk memberikan ilmu dan bimbingan yang terbaik dicurahkan dengan segenap tenaga dan pikirannya dialah guru, penginspirasi, memotivasi dan penunjuk kedalam jalan kebenaran. Tabah dalam mendidik,  sabar dalam mengajar. Mendidik dengan hati, mengajar dengan pikiran
Buku Guru yang Berhati Guru bercover warna hijau, ditulis oleh seorang guru yang berprestasi ditingkat nasional tahun 2015, dari situlah ia terinspirasi untuk menuliskan buku  untuk berbagi kepada guru-guru seluruh Indonesia,  dalam  buku ini ditulis terdiri dari empat bab, berikut ini akan dipaparkan
Pertama, membahas tentang Guru penebar kebaikan, pada bagian ini disajikan tentang informasi menumbuhkan motivasi dan kebanggaan menjadi seorang guru. Mulianya tugas guru karena Allah meninggikan derajat orang yang berilmu serta  berada dalam jalan kebenaran. Dalam Al-Qur’an dinisbatkan dengan kata, al-‘alim, al-‘alimun, ulul –ilmi, ulama  dan adz-dzikri. (halaman 3) guru merupakan profesi yang sangat menguntungkan, ada tiga agenda mulia menjadi guru yaitu menyeru, mengajak dan mencegah dan semuanya dilakukan secara ikhlas. Ia memiliki investasi abadi sebagai bentuk sedekah jariah ilmua yang bermanfaat dan akan melahirkan siswa yang saleh mendoakan orangtua (guru). Namun perlu diwaspadai menjadi guru agar tidak timbul rasa cemburu maka bersamaan akan muncul kehilangan rasa ikhlas akhirnya kehilangan semangat dalam pengabdian.
Dalam menjalankan fungsinya, guru perlu mempertimbangkan dua hal utama, yaitu mengawal fitrah setiap anak dan bertanggung jawab membekali anak didik menjalankan fungsi khalifah di muka bumi. Dua konsep dasar inilah dijadikan panduan utama dalam pengembangan sebuah konsep pendidikan di sekolah. (lihat pada halaman 41) dengan materi pengajaran tentang ketauhidan, birrul walidain, berbuat ihsan, menyuruh shalat, berdakwah, mengajarkan sabar, bersikap rendah hati dan santun kepada oranglain. Guru perlu memahami bahwa ada tiga jalur masuknya ilmu melalui penglihatan, pedengaran dan hati. Butuh keterampilan seseorang dalam menanamkan materi secara tepat.
Bagian kedua,  pengembangan materi ajar diintegrasikan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam bertuhan (keyakinan). Mengenalkan tentang tuhan, yakni Allah sebagai rabb. Menghindarkan peserta didik agar tidak syirik. Pendidikan membangun rasa hormat dan patuh kepada orangtua, menumbuhkan motivasi kuat untuk beribadah, membiasakan tata tertib. Keinginan untuk berdakwah, berkarakter sabar, rendah hati serta santun kepada oranglain dalam bergaul,
Bagian ketiga, Strategi komunikasi efektif menurut Al-Qur’an harus menjadi rujukan. Ucapan yang tepat melalui pemilihan kata, cara dan waktu merupakan komponen proses interaksi. Agar kata dapat membekas, menyentuh dan berpengaruh dihati peserta didik. Guru haruslah mengutarakan kata-kata yang berkesan sehingga sampai kelubuk hati yang diajak bicara (siswa). Secuil kisah Andi F noya inspirator kondang yang sukses berkat ibu Ana yang menginspirasi “kelak kamu akan sukses menjadi pengarang atau wartawan.” (lihat pada halaman 120)  Setiap guru perlu bertutur kata yang menyenangkan, meneguhkan, menyelamatkan, lemah lembut, santun, memuliakan, berkualitas kepada setiap siswa yang diajarinya.
Bagian ketiga, Strategi pembelajaran menurut Al-Qur’an bisa dijadikan pengembangan model, metode maupun teknik dalam pengajaran. Di dalam Al-Qur’an ada pembelajaran melalui keteladanan, pembelajaran ramah guru dan anak. Satu kata kunci ampuh dalam mendidik anak dengan berlaku lemah lembut penuh cinta dan kasih walaupun dalam keadaan marah. Selanjutnya pembelajaran literasi (membaca dan menulis), pembelajaran Gradual/berangsur-angsur, pembelajaran melalui hikmah melihat kondisi yang dihadapi dan apa yang diucapkan berkenan dihati dan diterima oleh pendengar dengan minat dan perhatian. Dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 125 menyuruh manusia menyeru dengan tiga model dalam menghadapi manusia. Penyampaian itu pula dilakukan dengan pola pendekatan  yang berbeda. Kelompok mencari kebenaran (al-Khawas) dengan dalil dan argumentasi yang meyakinkan. Kelompok awam (al-awam) cukup diberikan penerangan dan uraian yang baik. Terhadap Kelompok suka menentang dan menolak (al-muanidun) dilakukan dengan sikap lunak dan lemah lembutdengan cara yang bijaksana. Pembelajaran melalui bahasa kiasan dilakukan dengan pemilihan kata yang mudah menyentuh  dan mudah dipahami peserta didik. pembelajaran melalui pertanyaan, pengisahan, musyawah.
Buku ini bukan hanya sekedar memaparkan informasi biasa, namun dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an di dalamnya serta kisah-kisah yang berhubungan dengan materi. Najib Sulhan dalam menulis buku ini menggali Al-Qur’an sebagai dasar penulisan. Adanya gagasan baru menarik untuk dijadikan referensi oleh guru-guru Indonesia. Namun judul guru yang berhati guru ini tidak kita temukan dalam bab pembahasan maupun sub bab bahasan, saya menilai penulis membuat judul yang menarik sehingga membuat orang lain penasaran terhadap isi tulisan  buku ini. Buku ini ditutup sedikit ulasan dari guru besar fakultas kedokteran UNAIR selaku ketua umum masyarakat Neurosain Indonesia
Pada halaman 136 terdapat tulisan yang rapat tanpa spasi di beberapa tempat terdapat kata yang kehilangan huruf. Buku ini sangat bagus menjadi pedoman dalam mendidik dan membimbing bagi guru-guru sekolah baik tingkat SD, SMP, SMA/K atau MA dan sekolah Islam terpadu (SIT).




Judul buku      : Guru yang Berhati Guru
Pengarang       : Drs, Najib Sulhan M.A
Penerbit           : Zikrul Hakim
Tempat terbit   : Jakarta
Tahun terbit     : November 2016
ISBN               : 978-602-341-086-6
Tebal               : 216 + viii hlm
Harga              : Rp. 38.000

 JUJUR SEJAK USIA DINI

JUJUR SEJAK USIA DINI


A.      PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini, kejujuran merupakan suatu karakter yang langka dengan banyaknya muncul sifat bohong. Kebohongan semakin trend dimasyarakat baik dikalangan terdidik maupun awam, orang tua maupun anak-anak bahkan media sebagai alat untuk mencerdaskan bangsa ikut memainkan kebohongan. Penyebab semua itu karena sudah mulai muncul sifat indiviudalistik telah berkembang dalam masyarakat serta diteladani.[1]
Tahun 2014 di kota Banda Aceh berita mencengangkan masyarakat dengan pemberitaan anak SD telah berani bertindak curang dengan menyuap polisi sebesar 5000 rupiah saat tertangkap bermain game online di warung saat pelajaran sekolah agar tidak ditahan oleh polisi tersebut.[2]
Pada dasarnya anak usia SD belumlah mengerti akan tindakan yang dilakukannya, namun karena banyak contoh yang dilihat oleh anak sehingga mempedomani dan memperaktekkan perilaku tersbut meski salah.
Jika usia dini telah berani berbuat curang maka bagaimana nasib bangsa ini kedepannya? padahal kejujuran merupakan sendi utama yang mesti ditegakkan agar terlaksananya segala sesuatu dengan baik, serta teraplikasinya sifat mulia Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin baik oleh pemimpin negara, pemimpin rumah tanga, juga pada anak selaku generasi muda.
Kejujuran sangat penting diajarkan kepada anak sejak usia dini. Ia perlu dilatih dan dibina karena suatu fitrah. Anak diibaratkan selembar kertas yang bisa dilukis didalamnya jiwanya apa saja termasuk karakter jujur. Efek jujur apabila diajarkan maka dia belajar benar,[3] sehingga karakter ini senantiasa tumbuh, diterapkan dan dibiasakan sejak dini agar mendarah daging dalam diri anak.
Salah satu penunjang agar menjadi karakter anak, maka pola asuh orangtua sangat memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian anak seperti emosi, motivasi dan sosialisasi anak termasuk didalamnya kejujuran bisa dibentuk.[4]
            Ketika kita toleh kehidupan Rasulullah, dia merupakan kepala keluarga yang berkarakter jujur. Sehingga dengan kejujurannya baik sahabat maupun musuh begitu percaya terhadap Rasulullah. Bahkan sebelum menikah, Khadijah telah percaya terhadap Rasulullah untuk menjual barangnya antar negara.[5]
            Berangkat dari permasalahan di atas penulis ingin mengkaji dalam karya ilmiah ini ialah konsep jujur dalam Al-Quran, kepemimpinan keluarga dan anak di dalam Al-Quran, pengaruh jujur dalam kehidupan, bentuk-bentuk kejujuran, tips mendidik anak, serta kiat pembentukan karakter jujur pada anak usia dini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana Al-Quran dan Hadits  mengkaji tentang konsep karakter jujur dan bagaimana relevansi kandungan Al-Quran dan Hadits tersebut dengan proses pembentukan karakter anak.
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif dengan metode library research (riset kepustakaan) dengan pendekatan tematik. Metode pengumpulan data dilakukan melalui tahapan menghimpun/mencari literatur yang berkaitan dengan objek penelitian, mengklasifikasi buku berdasarkan content/jenisnya, mengutip data/teori atau konsep lengkap dengan sumbernya, mengecek/melakukan konfirmasi atau cross check data/teori dari sumber atau dengan sumber lainnya, mengelompokkan data berdasarkan outline/sistematika penelitian yang telah disiapkan. Kemudian langkah akhir dalam analisis data, penulis menggunakan teknik content analyze (analisis isi) dengan mula-mula melakukan telaah atas ayat-ayat dan hadits yang berkaitan dengan bahasan, mengelompokkannya berdasarkan sub tema.

B.        Jujur berdasarkan perspektif Al-Quran
Jujur dalam Al-Qur’an berasal dari kata Shiddiq الصدّيق yang asal katanya dari ash-shiddiq الصدّيق merupakan masdar dari kata shadaqa صدق artinya keadaan benar, nyata, dapat dipercaya, kejujuran, suka pada kebenaran.[6] Secara epistemology as-Shiddiq ialah orang yang selalu jujur atau tidak pernah dusta dalam ucapan dan keyakinannya serta mampu meralisasikan dalam tindakannya.[7] Jujur merupakan salah satu dari sekian banyak sifat terpuji (akhlakul karimah) wajib dipupuk, dipelihara, serta dimiliki oleh pribadi-pribadi muslim dan mukmin yang sempurna. Al-Qur’an menyebutkan kata ini sebanyak 106 kali dalam berbagai bentuk kata dengan arti benar, benarlah, kebenaran, membenarkan, membuktikan, memenuhi/ menepati janji, mempercayai, amat dipercaya, orang-orang yang benar.[8] Berikut beberapa ayat tentang jujur yang mewakili dalam  Al-Quran:
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ  
... mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah 2:177)

Dalam Tafsir jalalain “mereka yang disebut orang-orang yang benar dalam hal keimanan dan mengakui kebaktian mereka itulah orang-orang yang bertakwa kepada Allah”.[9]
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
   
dan Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. (QS.Al-Isra 17: 80)

“Rasululah berdo’a Ya Rabbku! Masukkanlah aku ke Madinah dengan cara masuk yang disukai di mana aku tidak melihat sewaktu masuk hal-hal yang tidak aku sukai keluarkanlah aku dari Mekah dengan cara mengeluarkan yang membuat hatiku tidak berpaling lagi kepadanya”
وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ  
dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, (QS. Al-Ma’arij 70:26)
penafsiran ayat ini disebutkan bahwa orang-orang yang mempercayai hari pembalasan yaitu hari ketika semua orang mendapatkan balasan amal perbuatannya.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. At-Taubah 9:119)
Dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar dalam hal iman dan menepati janji untuk itu kalian harus menetapi kebenaran. Ayat-ayat ini menerangkan bahwasanya jujur merupakan ciri-ciri orang yang bertaqwa, orang sukses, istiqamah dalam jalur dan lingkaran kebenaran, percaya kebenaran, dan bersatu pada kelompok jujur.
Kejujuran merupakan sifat mulia dan dicintai setiap orang karena ia sifat tidak curang, lurus hati, sifat ini juga akan melahirkan sifat-sifat lain didalamnya yakni shiddiq, amanah, fathanah dan tabligh. Seorang mukmin senantiasa berperilaku jujur karena antara iman dan dusta tidak akan pernah menyatu dalam jiwa seorang mukmin, dalam hadits Rasulullah ditanya tentang sifat seorang mukmin apakah seorang mukmin akan pernah berdusta, Rasulullah menjawab tidak.[10] Dalam hadits Rasulullah bersabda “jujur itu mendorong kepada kebaikan/ beribadah dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Dan sungguh kebiasaan jujur bagi sesorang dapat menciptakan catatan shiddiq disisi Allah” (HR. Bukhari-Muslim) dan juga kejujuran itu dapat menciptakan jiwa tenteram dan aman (HR. Turmudzi).[11] Karena itu sifat jujur ini mesti tertanam dalam diri setiap individu maupun anak sebagai generasi penerus, karena sifat ini merupakan sifat ini sangat mulia bahkan dimiliki oleh nabi dan Allah juga sebagaimana ayat berikut:
  
…"Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. ... (QS. Al-Ahzab 33:22)
Adapun ayat yang menggambarkan kejujuran nabi-nabi antara lain:

Yusuf, Hai orang yang Amat dipercaya, …(Q.S Yusuf 12:46)

 … Ibrahim. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan ... (QS. Maryam 19: 41)

… Ismail Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya... (Q.S Maryam 54)
Demikianlah, Yusuf, Ibrahim, Ismail, Muhammad dan nabi-nabi lainnya tentunya orang orang yang jujur dan benar, oleh karena itu salah satu sifat wajib nabi adalah “ashshidq (kejujuran). Lantas bagaimana dengan kita selaku manusia biasa, tentunya setiap orang menginginkan sifat jujur ini juga dimiliki oleh generasi penerus bangsa, karena Allah dan Rasulnya memiliki sifat mulia tersebut. Selain itu setiap mukmin juga dianjurkan agar selalu jujur dalam setiap hal dan langkah. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar” (QS. Al-Ahzab 33:70)
            Berdasarkan paparan di atas baik dalam Al-Quran maupun Hadits jujur merupakan suatu sifat mulia yakni kebenaran yang ditampilkan baik dalam dalam segala perkataan maupun perbuatan serta pergaulan dilingkungan atau kelompok, mendorong manusia kepada kebaikan menenteramkan jiwa, karena ia merupakan sifat Allah dan Rasulnya.
                                                                                                             
C.    Kepala Keluarga dan anak Menurut Al-Quran.
1. Kepala Keluarga dalam Al-Quran.
Kepala keluarga adalah pemimpin dalam suatu rumah tanggga, bertanggung jawab penuh terhadap orang yang dipimpinnya (isteri, anak dan orang yang telah menetap dalam keluarganya meski seorang pembantu), kelak ia akan dimintai pertanggung jawaban yang besar karena ia adalah al-Qawwam (Bº§qs%9#) merupakan bentuk jamak qawwam (قوّم) yang artinya menanggung, bertanggun jawab.[12] Terambil dari kata qaa ma قام artinya perintah yang dilaksanakan berulang-ulang,[13] Sesuai dengan tugas kepala keluarga membimbing anak-anaknya secara kontinyu. Al-Quran menyebutkan kata ini tertulis dengan bentuk kata (~cqÏBº§qs%) diartikan pelidung dan penegak (QS.4:31,135 & 5:8). Sebagaimana ayat berikut:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ.....

Kaum laki-laki itu adalah pelindung bagi kaum wanita, (QS. An-Nisa 4: 34)
Ayat ini menjelaskan bahwa suami orang yang melindungi Istrinya. Ath-Thabari menerangkan, bahwa lelaki merupakan pelaksana tugas dari Allah swt sebagai pelindung bagi kaum wanita dalam mendidik dan mengajak mereka kepada apa yang telah diperintahkan oleh Allah swt.[14] Kaum lelaki mempunyai kekuasaan terhadap kaum wanita dan berkewajiban mendidik dan membimbing mereka. Quraish Shihab menyatakan dalam tafsir al-Misbah ayat ini merupakan penerapan pendidikan terhadap istri yang nusyuz.[15] Kaum lelaki mempunyai kekuasaan terhadap kaum wanita dan berkewajiban mendidik dan membimbing mereka.
Selain sebagai penanggung jawab kepala keluarga juga melindungi keluarganya yakni al-Waly (Ó<r<#). Terambil dari kata waly-walyan وَلِيَ-وَلْيا ً artinya dekat, yang mencintai.[16] Karena kepala keluarga itu dekat dan mencintai anak-anaknya. terdapat 20 kali dalam Al-Quran,[17] salah satu ayatnya sebagai berikut:
... وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ  
… dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. (QS. Al- Baqarah:107)

Dan tiada bagimu selain Allah sebagai tambahan seorang pelindung yang akan melindungimu dan tidak pula seorang pembela yang akan menghindarkan siksaan jika datang menimpa. (dalam hidup ini tidak ada yang bisa menolong dan membelamu jika sesuatu menimpa kecuali Allah). Tafsir jalalin menerangkan … dan tiada bagimu selain Allah sebagai tambahan seorang pelindung yang akan melindungimu dan tidak pula seorang pembela yang akan menghindarkan siksaan jika datang menimpa.
Kepala keluarga juga bertindak sebagai imam yang diteladani (QS. 2:166 ), yang diikuti (QS. 11:17 dan 17:16) serta menuntun keluarganya  (QS. 66:6). Dalam Al-Quran terdapat 13 kali yang membahas tentang imam, 8 kali dalam bentuk al-Imamu الأمَامُ seperti dalam (Qs.46:12) , 5 kali dalam bentuk seperti a-immah ائِمَّة (QS. 28:41).[18]
Berdasarkan paparan diatas bahwa kepala keluarga ialah qawwam yang menegakkan tanggung jawab membimbing, melindungi, dan diteladanai dalam memberikan bimbingan, mengatur serta menunjukkan keluarga kearah ketaqwaan. baik seorang bapak ataupun ibu (HR. Bukhari).
2. Anak usia dini menurut Al-Quran
Anak usia dini dalam perkembangan moralnya masih dalam tataran yang sangat rendah, hal ini karena perkembangan intelektual belum mencapai titik dimana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip benar atau salah. Karena belum mengerti standar moral anak-anak haru belajar berperilaku moral dalam pelbagai situasi khusus.[19]
Anak dalam Al-Quran dari kata ibn `0#, al-walad <r<#, shobiyyun š<¿9#, thiflun @"Ý9#, dan dzurriyah p hÅàŒ.[20] Semua kata ini menunjukkan arti, anak laki-laki, melahirkan, bayi anak kecil, anak cucu. Untuk kata ibn, walad, dan dzurriyyah ketiga kata ini menunjukkan anak pada umumnya masih anak-anak maupun sudah menjadi dewasa.
Untuk kata anak usia dini Al-Qur’an mengunakan kata shabiyyun dan Thiflun baik dalam bentuk tunggal maupun jamak cenderung berarti anak dengan usia yang masih dini.  Kata shabiy dapat kita temukan dalam dua ayat pada surat Maryam (QS. Maryam 19: 12 dan 29 ).
... وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا
... dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak (QS. Maryam 19:12)

Ibnu Katsir memahami ayat di atas bahwa Yahya putra Zakaria telah diberinya hikmah, ilmu dan pengetahuan, dianugerahinya hikmah kenabian dan rahmat dari sisi sewaktu berumur tiga tahun.[21] Pada ayat 29 anak usia dini ini di jelaskan dengan kata anak kecil yang masih di dalam ayunan.

 فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ ۖ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا
Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. mereka berkata: "Bagaimana Kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?" (QS. Maryam 19:29)

Penafsiran ayat ini bahwa Anak disini berarti masih berusia dini karena anak dalam ayat ini masih berada dalam ayunan.[22]
Adapun kata thiflun dalam bentuk tunggal ditemukan pada surat Al-Hajj 22: 5 dan Surat An Nur 24 : 31
  
…kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan ... (QS. Al-Hajj 22: 5)
Tafsir jalalain menyebutkan bahwa … kami keluarkan kalian dari perut  ibu-ibu kalian sebagai bayi lafal Thiflan sekalipun berbentuk tunggal tetapi makna yang dimaksud adalah jamak (kemudian) kami memberi kalian umur secara berangsur-angsur hingga dewasa dan kuat, yaitu di antara umur tiga puluh tahun sampai empat puluh tahun ...


… atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita... (QS. An-Nur 24: 31)

Anak-anak dalam penafsiran jalalain bahwa baik lafal Ath-Thifl bermakna jamak sekalipun bentuk lafalnya tunggal belum memahami (tentang aurat wanita) belum mengerti persetubuhan, maka kaum wanita boleh menampakkan aurat mereka terhadap orang-orang tersebut selain antara pusar dan lututnya…[23]
Jadi, anak usia dini dalam pandangan Al-Quran ialah, keturunan sebagai penerus orang tuanya baik laki-laki maupun perempuan, ia masih dalam buaian belum mengerti tentang aurat wanita dikateorikan usia 0-5 tahun tahun.
D.     Pengaruh pendidikan jujur dalam kehidupan.
Jujur merupakan tindakan terpuji yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan berperan merubah pola pikir kearah yang lebih  baik. Orang tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak.[24] Ia merupakan model bagi anak-anaknya karena ia madrasatulula. Islam mengajarkan agar lebih dahulu mendidik diri sendiri sebelum menyampaikan/mengajarkan kepada orang lain (QS.2:44), memberikan keteladanan merupakan pendidikan awal agar anak bisa meyakini dan memperaktekkannya. Masa kanak-kanak merupakan priode dimana anak mencontoh orang menjadi panutannya baik orang tua, maupun kakak-kakanya. Keteladanan mempunyai andil yang sangat besar dalam pembentukan karakter anak.
Pendidikan jujur adalah pendidikan kepada anak agar ia bisa bertindak jujur, baik terhadap Allah, dirinya sendiri, maupun kepada orang lain. Ia bisa jujur, baik bisa diawasi setiap orang maupun tidak sedang diawasi. Sejak lahir anak dibekali fitrah kebajikan dan kejahatan (al-Zalzalah 99:7-8), orangtua hendaknya mengarahkan agar terbiasa sehingga tumbuh dengan akhlak yang baik. Sebagaimana pesan nabi berikut “ didiklah anakmu dan ajarkan kepada mereka akhlak yang budi pekerti yang baik.”[25]
Hadits ini mengandung petunjuk agar kepala keluarga memberikan pendidikan kejujuran sejak dini sebab mempengaruhi kemasa depan anak. Salah satu fungsi keluarga ialah fungsi edukatif mendidik dan membimbing anak-anaknya.[26]
Jujur adalah sifat mulia dan terpuji karena didalamnya terkandung sifat antara lain :
1.      Keberanian

Katakanlah walaupun itu pahit, kata-kata ini sering kita dengar dalam keseharian kita. Jujur biasanya menjadikan seseorang dilema karena harus membuat pertimbangan memilih menyampaikan/berbuat. Dengan tertanam jujur dalam jiwa anak maka dengan berani ia mengatakan kebenaran sesungguhnya. Jujur membuat seorang bertindak kebenaran.

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (QS. An-Nisa 4:63)
Katakanlah: Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al-Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Qs. Al-A’raf 7:203)

2.      Keterbukaaan

Jujur pastinya akan melahirkan sifat terbuka, dan tidak akan menutupi sedikitpun apa yang dirasakan dalam hatinya, karena keterbukaan melahirkan ketenangan tanpa ada rasa berdosa hati.

Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs.al-Baqarah 2:283)

Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. (QS. Al-Baqarah 2:284)

Dalam Al-Quran sebanyak 332 kali disebutkan tentang terbuka dengan bentuk kata katakanlah (قُلْ) ini menunjukkan keterbukaan sangat penting.
   
Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung". (QS. Yunus 10:69)

3.      Adil

Adil merupakan sikap tidak berat sebelah, karakter jujur anak akan melahirkan sifat adil pada anak. Ia tidak akan bohong, dan akan menetapkan sesuatu dengan sebenar-benarnya.
  
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. … (QS. An-Nisa 4:58)

4.      menyampaikan 
orang yang jujur akan senantiasa menyampaikan segala sesuatu tanpa menutupi sedikitpun. Tidak akan ada dikurangi maupun dilebihkan, ia meyampaikan segala sesuatunya karena sadar akan dirinya orang yang jujur.

"Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu. dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf 7: 62)

E.     Bentuk-bentuk kejujuran
Imam al-Ghajali memberikan uraian yang luas tentang macam-macam kejujuran kedalam beberapa hal antaralain :[27]
1.      Jujur dalam berbicara
2.      Jujur dalam niat dan kehendak, mengharap ridha Allah
3.      Jujur dalam bercita-cita
4.      Jujur dalam menepati janji dan semangat/tekad
5.      Jujur dalam beramal, bersungguh-sungguh dalam beramal
6.      Jujur dalam bekerja
7.      Jujur dalam perbuatan inilah kualitas paling tinggi derajatnya

F.     Tips mendidik anak bagi orang tua
Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah orangtuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani maupun Majusi.  (HR. Bukhari Muslim) dan setiap anak itu bagaikan kertas kosong yang siap ditulis oleh pendidik (orangtua) dan lingkungan. (johm locke) orangtua merupakan pena pertama yang mengukir karakter anak, tangan pertama yang mengukir jadi apa dan bagaimana kedepannya seorang anak. Pemenuhan fisik dan psikologis perlu diseimbangkan, tidak boleh hanya sebelah saja yang diutamakan maka akan terjadi ketimpangan. Beberapa tips untuk mendidik anak bagi orangtua :
1.      Memiliki bekal ilmu
Menjadi orangtua bukanlah sekedar menyandang status bapak-ibu. Namun ia juga perlu bekal berupa ilmu yang akan menghantarkannya menjadi pendidik yang sukses bagi putera-puterinya. Ilmu akan menghantarkan orangtua menyediakan rizki yang halal, dengan ilmu ia akan mengayomi keluarganya sendiri dengan baik.
2.      Memiliki akhlak yang baik
Akhlak merupakan perangai, tabiat, sistem perilaku yang dibuat. Akhlak akan terwujud jika dilakukan secara berulang-ulang (kontinyu), serta timbul dengan sendirinya tanpa harus ditimbang, atau dipikir-pikir.
Dengan akhlak yang baik, tentunya anak akan menjadikan jujur sebagai akhlak dalam kehidupannya karena mencontoh perilaku orangtuanya sendiri. Alangkah baiknya jika orangtua memiliki akhlak yang baik, lemah lembut, jujur, tidak kasar, sehingga akan meneteramkan keluarga. Dengan akhlak yang baik ini pula tentunya akan menjadikan memudahkan orangtua mengajarkan perilaku yang baik kepada anaknya.
3.      Mendidik dengan ikhlas
Ikhlas merupakan wujud tanggung jawab. Keikhlasan terwujud dengan perilaku dengan mendidik sendiri tanpa harus menyewa babby sister. Kesalahan besar dan tanpa alasan orangtua saat ini dengan memberikan anaknya didik oleh oranglain (babby sister).
4.       Dilakukan dengan sabar tak berbatas
Mendidik anak butuh kesabaran, tidak hanya diucapkan tetapi diekspresikan melalui tindakan. Masa usia dini merupakan fase awal mempersiakan generasi yang terbaik karena masa ini masa keemasan dan persiapan menuju akhlak masa depan. Membiasakan kebiasaan baik tentu adalah pekerjaan yang tidak ringan, butuh pembiasaan dan ekstra.
5.      Doa
Doa merupakan kekuatan dan senjata bagi setiap muslim, kekuatan hebat walau tak terlihat, bentuk pengharapan setiap hamba kepada tuhannya. kesuksesan orangtua dalam mendidik anak karena faktor doa kepada Allah swt. Seperti pada doa berikut.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا  
dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Furqan 25: 74)
Doa orangtua kepada anak merupakan perisai dan kekuatan, ada tiga kelompok yang mudah dikabulkan doanya diantaranya seperti dalam hadits berikut.

حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengkabarkan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abu Ja'far bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Tiga doa yang pasti dikabulkan oleh Allah; doa orang yang terzhalimi, doa seorang musafir dan doa orangtua kepada anaknya." (HR. Ahmad)
            Sifat jujur merupakan salah satu menjadi penyenang hati orangtua untuk itulah orantua hendaklah selalu berdoa saat berhubungan suami isteri, berdoa saat anak dalam kandungan seperti halnya nabi Ibrahim (QS. Ash-Shaffat ; 100) dan nabi Zakaria (QS. Ali-Imran 3: 38), serta berdoa setelah kelahiran anak denan mengakikahkan member nama yang baik dengan memiliki arti merupakan sarana pendidikan untuk anak.
G.     Kiat membentuk karakter jujur pada anak sejak usia dini
Pembentukan karakter jujur telah dimulai sejak anak pada usia dini (0-5 tahun). Masa ini merupakan masa penting (keemasan) dalam proses perkembangan anak. Fase ini menentukan karakternya dimasa depan, hal ini karena anak mencontoh apa yang dilihat dan dirasakan dari perilaku lingkungannya, bahkan akan masuk terus tersimpan kedalam bawah sadarnya (memorinya).[28]
Agar terwujud menjadi karakter anak maka orangtua perlu menerapkan kepada anak tahap demi tahap. Adapun kiat pembentukan karakter jujur pada anak sejak usia dini ialah :
1.      Penanaman konsep dan uswah
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ .أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ عَلَى الْفِطْرَةِ وَأَبَوَاهُ بَعْدُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ فَإِنْ كَانَا مُسْلِمَيْنِ فَمُسْلِمٌ كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ يَلْكُزُهُ الشَّيْطَانُ فِي حِضْنَيْهِ إِلَّا مَرْيَمَ وَابْنَهَا
 Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz Ad Darawadri dari Al 'Ala dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani dan majusi (penyembah api). Apabila kedua orang tuanya muslim, maka anaknya pun akan menjadi muslim. Setiap bayi yang dilahirkan dipukul oleh syetan pada kedua pinggangnya, kecuali Maryam dan anaknya (Isa). (Muslim No. Hadist : 4807 Kitab : Takdir Bab : Makna "Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah….")

Hadits di atas menjelaskan bahwa anak terlahir dalam keadaan fitrah atau suci, namun orang tualah yang sangat berperan dalam membentuk karakter anak seperti apa.  Untuk itulah jika orang tua menginginkan anak jujur sampai tua, maka karakter tersebut harus dibentuknya sejak sedini mungkin bahkan sejak dalam kandungan karena anak belajar dimulai dari apa yang dia dengar dan rasakan. Namun harus didahulukan oleh orangtua dalam berperilaku sebagaimana dengan perintah Islam mendahulukan perilaku kemudian menganjurkan perilaku tersebut (2:44) untuk itu pendidikan jujur harus diterapkan oleh kepala keluarga  kepada anak-anaknya.

2.      Mengajarkan agar mencintai karakter / perilaku jujur
Keluarga merupakan wahana pendidikan pertama dan utama dalam Islam, dari keluarga pula pertama kali mengenalkan niali-nilai positif, tempat pertama mendapatkan pengaruh yang selanjutnya diterapkan kehidupan sehari-hari anak. Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya. Sehingga sejalan dengan penerapan jujur ini berkaitan erat dengan risalah Islam, dan salah satu tujuan diutus Rasulullah ialah untuk merubah karakter manusia dan menerapkannya.
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia (HR. Ahmad)  karena dalam diri Rasulullah telah ada suri tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan ridha Allah (33:21). Maka perlu di ajarkan sifat ini sehingga diperaktekkan oleh anak sebagaimana ungkapan mutiara sayyid sabiq :

Didiklah anak-anakmu dan ajarkanlah kepada mereka akhlak budi pekerti yang baik”[29]

ungkapan ini mengandung petunjuk agar para kepala keluarga (orangtua) mendidik anak-anak sehingga dapat berbuat sesuai dengan harapan kepala keluarga.
3.      Membiasakan anak perbuatan jujur dan benar-benar melakukannya dalam ibadah dan muamalah
Agar sifat jujur ini selalu diaplikasikan oleh anak sejak dini, maka orangtua harus mengarahkan agar anak memasuki lingkungan yang jujur. Pengaruh orangtua sangat besar dalam hal apapun karena anak pada usia dini mudah diarahkan kemana saja tergantung orang yang mempengaruhinya.[30] Allah sendiri mengarahkan manusia agar selalu berkumpul dengan orang jujur. 
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. At-Taubah 9: 119)
Dengan berkumpul bersama orang yang benar (jujur) maka perilaku ini akan senantiasa menjadi pakaian akhlak kita dalam kehidupan sehari-hari. Mencari sahabat yang jujur, tetangga yang jujur, masyarakat jujur, jika tidak menemukan memulai dari pribadi yang jujur, mengajak keluarga jujur, masyarakat jujur, agar jujur ini menjadi bagian pribadi shalih kita. Amin.

H.    KESIMPULAN

Karakter Jujur dalam Perspektif Al-Quran segala perkatan maupun tindakan yang ditampilkan oleh setiap muslim denan secara benar karena ia mengikuti sifat Allah dan Rasul
Kepala keluarga ialah orang yang menegakkan tanggung jawab sebagai pemimpin dan pelindung, pengatur bagi keluarganya, ia berposisi sebagai imam dan teladan. Baik ia bapak, ibu, maupun anaAnak dalam Al-Quran ialah keturunan yang diamanahkan oleh Allah untuk dijaga serta dididik agar menjadi penerus setelah peninggalan orangtua.
Pengaruh Pendidikan jujur dalam kehidupan ialah melahirkan sifat mulia yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari yakni terbuka, amanah, adil dan fathanah.
Kiat membentuk karakter jujur pada anak sejak usia dini ialah dengan menanamkan konsep dan uswah, membimbing agar mencintai karakter atau perilaku kejujuran, membiasakan perbuatan jujur dan benar-benar melakukannya (ibadah dan muamalah)

I.       SARAN

Bagi kepada kepala keluarga senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya agar menjadi pembimbing karakter yang baik dan diteladani anggota keluaranya.
Diharapkan kepada kepala keluarga agar menjadikan dirinya sebagai madrasatul ‘ula kejujuran bagi anak-anaknya.





[1] Sofyan Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: Alfabeta, 2008) h. 5
[2] Suara Darussalam, edisi VIII tahun 2 2014, h.20
[3] MD Isma Almatin, Dahsyatnya Hipnosis Learning, (Jakarta:Buku Kita, 2010) h. 69
[4] Jurnal Al-Bayan, Vol. 18 No.25, 2012, h. 77
[5] Haekal, Sejarah Hidup Muhammad,(Jakarta: Pustaka Jaya: 1982) Hal.71
[6] Ahmad Arison Munawwir, Al-Munawwirkamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997) h.770
[7] Ahmad Bin Khalil Jum’ah, Mutiara Kejujuran, (Jakarta : Darul Haq, 2002) h. 14
[8] Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur`an al-Karim, (Bandung: Diponegoro, tt.) 513-515
[9] Jalaluddin As-Suyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally, Tafsir Jalalain, 2008 hal. 18
[10] Sayyid Sabiq, Membunikan Prinsip-Prinsip Islam, (Surabaya : Karya Agung, 2010) h. 294
[11] Al-Hafidh, Terjemah Riyadush Shalihin, (Surabaya: Mahkota, 1986) h. 60
[12] Ahmad Arison Munawwir, Al-Munawwirkamus... h. 1174
[13] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tanggerang: Lentera Hati, 2007) h. 425 dan h. 423
[14] Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari
[15] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tanggerang:Lentera Hati, 2007) h. 423
[16] Ahmad Arison Munawwir, Al-Munawwirkamus...  h. 40
[17] Fuad Abd al-Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras … h. 933
[18] Fuad Abd al-Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras… h.103
[19] Elizabeth B. Hurlock Psikologi Perkembangan, ed 5 (Jakarta: Erlangga, 1980) h. 123
[20] Ahmad Arison Munawwir, Kamus Al-Munawwir... h. 4, 1580, 763, 856 dan 444.
[21] ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin ishaq Alu Syaikh. Lubaabut Tafsir Ibni Katsir jil. 5 (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2003) h. 315
[22] Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan jalaluddin ‘abdurrahman bin abi bakkat as-suyuti, Tafsiru al-Jalalain, 2008
[23] Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan jalaluddin ‘abdurrahman bin abi bakkat as-suyuti, Tafsiru al-Jalalain, 2008, h. 54
[24] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Bimbingan Islam, (Jakarta : Akafa Press, 1998) h.77
[25] Sayyid Sabiq, Membunikan Prinsip-Prinsip Islam, (Surabaya : Karya Agung, 2010) h.364
[26] Abdus Syukur, Pendidik Berkarakter Qurani (Banda Aceh: LKAS, 2012) h. 81
[27] Sayyid Sabiq, Membunikan Prinsip-Prinsip … h. 295
[28] Nur fajiah Rahmah, Mendesain Perilaku anak sejak dini (Surakarta: Adi Cemerlang, 2012) h.3
[29] Sayyid Sabiq, Membunikan Prinsip-Prinsip … h.364
[30] Tim MQS Publishing, Jendela Keluarga (Bandung : MQS Publishing, 2004) h. 6