JUJUR SEJAK USIA DINI
10.40 |
|
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- 200x200ads -->
<ins class="adsbygoogle"
style="display:inline-block;width:200px;height:200px"
data-ad-client="ca-pub-6036641652446412"
data-ad-slot="3972199218"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
A.
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini, kejujuran merupakan suatu karakter
yang langka dengan banyaknya muncul sifat bohong. Kebohongan semakin trend
dimasyarakat baik dikalangan terdidik maupun awam, orang tua maupun anak-anak
bahkan media sebagai alat untuk mencerdaskan bangsa ikut memainkan kebohongan.
Penyebab semua itu karena sudah mulai muncul sifat indiviudalistik telah
berkembang dalam masyarakat serta diteladani.[1]
Tahun 2014 di kota Banda Aceh berita mencengangkan
masyarakat dengan pemberitaan anak SD telah berani bertindak curang dengan
menyuap polisi sebesar 5000 rupiah saat tertangkap bermain game online di
warung saat pelajaran sekolah agar tidak ditahan oleh polisi tersebut.[2]
Pada dasarnya anak usia SD belumlah mengerti akan
tindakan yang dilakukannya, namun karena banyak contoh yang dilihat oleh anak
sehingga mempedomani dan memperaktekkan perilaku tersbut meski salah.
Jika usia dini telah berani berbuat curang maka
bagaimana nasib bangsa ini kedepannya? padahal kejujuran merupakan sendi utama
yang mesti ditegakkan agar terlaksananya segala sesuatu dengan baik, serta
teraplikasinya sifat mulia Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin baik oleh
pemimpin negara, pemimpin rumah tanga, juga pada anak selaku generasi muda.
Kejujuran sangat penting diajarkan kepada anak sejak
usia dini. Ia perlu dilatih dan dibina karena suatu fitrah. Anak diibaratkan
selembar kertas yang bisa dilukis didalamnya jiwanya apa saja termasuk karakter
jujur. Efek jujur apabila diajarkan maka dia belajar benar,[3]
sehingga karakter ini senantiasa tumbuh, diterapkan dan dibiasakan sejak dini
agar mendarah daging dalam diri anak.
Salah satu penunjang agar menjadi karakter anak, maka
pola asuh orangtua sangat memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian
anak seperti emosi, motivasi dan sosialisasi anak termasuk didalamnya kejujuran
bisa dibentuk.[4]
Ketika kita toleh kehidupan
Rasulullah, dia merupakan kepala keluarga yang berkarakter jujur. Sehingga dengan
kejujurannya baik sahabat maupun musuh begitu percaya terhadap Rasulullah.
Bahkan sebelum menikah, Khadijah telah percaya terhadap Rasulullah untuk
menjual barangnya antar negara.[5]
Berangkat
dari permasalahan di atas penulis ingin mengkaji dalam karya ilmiah ini ialah
konsep jujur dalam Al-Quran, kepemimpinan keluarga dan anak di dalam Al-Quran, pengaruh
jujur dalam kehidupan, bentuk-bentuk kejujuran, tips mendidik anak, serta kiat pembentukan
karakter jujur pada anak usia dini.
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan bagaimana Al-Quran dan Hadits mengkaji tentang konsep karakter jujur dan
bagaimana relevansi kandungan Al-Quran dan Hadits tersebut dengan proses
pembentukan karakter anak.
Jenis
penelitian yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif dengan metode library
research (riset kepustakaan) dengan pendekatan tematik. Metode pengumpulan
data dilakukan melalui tahapan menghimpun/mencari literatur yang berkaitan
dengan objek penelitian, mengklasifikasi buku berdasarkan content/jenisnya,
mengutip data/teori atau konsep lengkap dengan sumbernya, mengecek/melakukan
konfirmasi atau cross check data/teori dari sumber atau dengan sumber lainnya,
mengelompokkan data berdasarkan outline/sistematika penelitian yang telah
disiapkan. Kemudian langkah akhir dalam analisis data, penulis menggunakan
teknik content analyze (analisis isi) dengan mula-mula melakukan telaah
atas ayat-ayat dan hadits yang berkaitan dengan bahasan, mengelompokkannya
berdasarkan sub tema.
B.
Jujur berdasarkan perspektif Al-Quran
Jujur dalam
Al-Qur’an berasal dari kata Shiddiq الصدّيق yang asal
katanya dari ash-shiddiq الصدّيق merupakan
masdar dari kata shadaqa صدق artinya
keadaan benar, nyata, dapat dipercaya, kejujuran, suka pada kebenaran.[6]
Secara epistemology as-Shiddiq ialah orang yang selalu jujur atau tidak
pernah dusta dalam ucapan dan keyakinannya serta mampu meralisasikan dalam
tindakannya.[7]
Jujur merupakan salah satu dari sekian banyak sifat terpuji (akhlakul karimah)
wajib dipupuk, dipelihara, serta dimiliki oleh pribadi-pribadi muslim dan
mukmin yang sempurna. Al-Qur’an menyebutkan kata ini sebanyak 106 kali dalam
berbagai bentuk kata dengan arti benar, benarlah, kebenaran, membenarkan,
membuktikan, memenuhi/ menepati janji, mempercayai, amat dipercaya, orang-orang
yang benar.[8]
Berikut beberapa ayat tentang jujur yang mewakili dalam Al-Quran:
…أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
... mereka Itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah 2:177)
Dalam Tafsir jalalain
“mereka yang disebut orang-orang yang benar dalam hal keimanan dan mengakui
kebaktian mereka itulah orang-orang yang bertakwa kepada Allah”.[9]
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
dan
Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan
keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari
sisi Engkau kekuasaan yang menolong. (QS.Al-Isra 17: 80)
“Rasululah
berdo’a Ya Rabbku! Masukkanlah aku ke Madinah dengan cara masuk yang disukai di
mana aku tidak melihat sewaktu masuk hal-hal yang tidak aku sukai keluarkanlah
aku dari Mekah dengan cara mengeluarkan yang membuat hatiku tidak berpaling
lagi kepadanya”
وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ
dan orang-orang yang mempercayai hari
pembalasan, (QS. Al-Ma’arij 70:26)
penafsiran ayat ini disebutkan bahwa orang-orang yang mempercayai
hari pembalasan yaitu hari ketika semua orang mendapatkan balasan amal
perbuatannya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. At-Taubah 9:119)
Dan
hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar dalam hal iman dan menepati
janji untuk itu kalian harus menetapi kebenaran. Ayat-ayat ini menerangkan bahwasanya jujur merupakan ciri-ciri
orang yang bertaqwa, orang sukses, istiqamah dalam jalur dan lingkaran
kebenaran, percaya kebenaran, dan bersatu pada kelompok jujur.
Kejujuran
merupakan sifat mulia dan dicintai setiap orang karena ia sifat tidak curang,
lurus hati, sifat ini juga akan melahirkan sifat-sifat lain didalamnya yakni shiddiq,
amanah, fathanah dan tabligh. Seorang mukmin senantiasa berperilaku jujur
karena antara iman dan dusta tidak akan pernah menyatu dalam jiwa seorang
mukmin, dalam hadits Rasulullah ditanya tentang sifat seorang mukmin apakah
seorang mukmin akan pernah berdusta, Rasulullah menjawab tidak.[10]
Dalam hadits Rasulullah bersabda “jujur itu mendorong kepada kebaikan/
beribadah dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Dan sungguh kebiasaan jujur
bagi sesorang dapat menciptakan catatan shiddiq disisi Allah” (HR. Bukhari-Muslim)
dan juga kejujuran itu dapat menciptakan jiwa tenteram dan aman (HR. Turmudzi).[11]
Karena itu sifat jujur ini mesti tertanam dalam diri setiap individu maupun
anak sebagai generasi penerus, karena sifat ini merupakan sifat ini sangat
mulia bahkan dimiliki oleh nabi dan Allah juga sebagaimana ayat berikut:
…"Inilah yang dijanjikan Allah dan
Rasul-Nya kepada kita". dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. ... (QS.
Al-Ahzab 33:22)
Adapun ayat yang
menggambarkan kejujuran nabi-nabi antara lain:
Yusuf, Hai
orang yang Amat dipercaya, …(Q.S Yusuf
12:46)
… Ibrahim. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
sangat membenarkan ... (QS.
Maryam 19: 41)
… Ismail Sesungguhnya ia
adalah seorang yang benar janjinya... (Q.S Maryam 54)
Demikianlah, Yusuf, Ibrahim,
Ismail, Muhammad dan nabi-nabi lainnya tentunya orang orang yang jujur dan
benar, oleh karena itu salah satu sifat wajib nabi adalah “ashshidq (kejujuran).
Lantas bagaimana dengan kita selaku manusia biasa, tentunya setiap orang
menginginkan sifat jujur ini juga dimiliki oleh generasi penerus bangsa, karena
Allah dan Rasulnya memiliki sifat mulia tersebut. Selain itu setiap mukmin juga
dianjurkan agar selalu jujur dalam setiap hal dan langkah. “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah
Perkataan yang benar” (QS. Al-Ahzab 33:70)
Berdasarkan paparan di atas baik
dalam Al-Quran maupun Hadits jujur merupakan suatu sifat mulia yakni kebenaran
yang ditampilkan baik dalam dalam segala perkataan maupun perbuatan serta pergaulan
dilingkungan atau kelompok, mendorong manusia kepada kebaikan menenteramkan
jiwa, karena ia merupakan sifat Allah dan Rasulnya.
C.
Kepala Keluarga dan
anak Menurut Al-Quran.
1.
Kepala Keluarga dalam Al-Quran.
Kepala
keluarga adalah pemimpin dalam suatu rumah tanggga, bertanggung jawab penuh
terhadap orang yang dipimpinnya (isteri, anak dan orang yang telah menetap
dalam keluarganya meski seorang pembantu), kelak ia akan dimintai pertanggung
jawaban yang besar karena ia adalah al-Qawwam (Bº§qs%9#) merupakan bentuk jamak qawwam (قوّم) yang artinya menanggung, bertanggun jawab.[12]
Terambil dari kata qaa ma قام artinya perintah yang dilaksanakan berulang-ulang,[13] Sesuai dengan tugas kepala keluarga membimbing anak-anaknya secara kontinyu. Al-Quran menyebutkan kata ini tertulis dengan bentuk kata (~cqÏBº§qs%) diartikan pelidung dan penegak (QS.4:31,135 & 5:8). Sebagaimana ayat berikut:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ.....
Kaum laki-laki itu adalah pelindung bagi kaum wanita,… (QS. An-Nisa 4: 34)
Ayat ini menjelaskan bahwa suami orang yang
melindungi Istrinya. Ath-Thabari menerangkan, bahwa lelaki merupakan pelaksana
tugas dari Allah swt sebagai pelindung bagi kaum wanita dalam mendidik dan mengajak
mereka kepada apa yang telah diperintahkan oleh Allah swt.[14] Kaum lelaki mempunyai kekuasaan terhadap kaum wanita dan
berkewajiban mendidik dan membimbing mereka. Quraish Shihab
menyatakan dalam tafsir al-Misbah ayat ini merupakan penerapan pendidikan
terhadap istri yang nusyuz.[15] Kaum
lelaki mempunyai kekuasaan terhadap kaum wanita dan berkewajiban mendidik dan
membimbing mereka.
Selain sebagai penanggung jawab kepala keluarga juga melindungi keluarganya yakni al-Waly (Ó<r<#). Terambil
dari kata waly-walyan وَلِيَ-وَلْيا ً
artinya dekat, yang mencintai.[16] Karena kepala keluarga itu dekat dan mencintai
anak-anaknya. terdapat 20 kali dalam Al-Quran,[17] salah satu ayatnya sebagai berikut:
... وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
… dan tiada bagimu selain Allah seorang
pelindung maupun seorang penolong. (QS. Al- Baqarah:107)
Dan tiada bagimu selain Allah sebagai tambahan seorang pelindung
yang akan melindungimu dan tidak pula seorang pembela yang akan menghindarkan
siksaan jika datang menimpa. (dalam hidup ini tidak ada yang bisa menolong dan
membelamu jika sesuatu menimpa kecuali Allah). Tafsir jalalin menerangkan … dan
tiada bagimu selain Allah sebagai tambahan seorang pelindung yang akan
melindungimu dan tidak pula seorang pembela yang akan menghindarkan siksaan
jika datang menimpa.
Kepala keluarga juga bertindak sebagai imam yang diteladani (QS. 2:166 ), yang diikuti (QS. 11:17 dan 17:16) serta menuntun keluarganya (QS. 66:6). Dalam Al-Quran terdapat 13 kali yang membahas tentang imam, 8 kali dalam
bentuk al-Imamu الأمَامُ seperti dalam (Qs.46:12) , 5 kali dalam bentuk seperti a-immah ائِمَّة (QS. 28:41).[18]
Berdasarkan
paparan diatas bahwa kepala keluarga ialah qawwam yang menegakkan tanggung
jawab membimbing, melindungi, dan diteladanai dalam memberikan bimbingan, mengatur
serta menunjukkan keluarga kearah ketaqwaan. baik seorang bapak ataupun ibu
(HR. Bukhari).
2. Anak usia
dini menurut Al-Quran
Anak usia dini
dalam perkembangan moralnya masih dalam tataran yang sangat rendah, hal ini
karena perkembangan intelektual belum mencapai titik dimana ia dapat
mempelajari atau menerapkan prinsip benar atau salah. Karena belum mengerti
standar moral anak-anak haru belajar berperilaku moral dalam pelbagai situasi
khusus.[19]
Anak dalam
Al-Quran dari kata ibn `0#, al-walad <r<#, shobiyyun <¿9#, thiflun @"Ý9#,
dan dzurriyah p
hÅà.[20]
Semua kata ini menunjukkan arti, anak laki-laki, melahirkan, bayi anak kecil,
anak cucu. Untuk kata ibn, walad, dan dzurriyyah ketiga kata ini
menunjukkan anak pada umumnya masih anak-anak maupun sudah menjadi dewasa.
Untuk kata anak usia
dini Al-Qur’an mengunakan kata shabiyyun dan Thiflun baik
dalam bentuk tunggal maupun jamak cenderung berarti anak dengan usia yang masih
dini. Kata shabiy dapat kita
temukan dalam dua ayat pada surat Maryam (QS. Maryam 19: 12 dan 29 ).
... وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا
... dan
Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak (QS. Maryam 19:12)
Ibnu Katsir memahami ayat di atas bahwa Yahya putra Zakaria telah
diberinya hikmah, ilmu dan pengetahuan, dianugerahinya hikmah kenabian dan
rahmat dari sisi sewaktu berumur tiga tahun.[21]
Pada ayat 29 anak usia dini ini di
jelaskan dengan kata anak kecil yang masih di dalam ayunan.
Maka
Maryam menunjuk kepada anaknya. mereka berkata: "Bagaimana Kami akan
berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?" (QS. Maryam 19:29)
Penafsiran
ayat ini bahwa Anak disini berarti masih berusia dini karena anak dalam ayat
ini masih berada dalam ayunan.[22]
Adapun
kata thiflun dalam bentuk tunggal ditemukan pada surat Al-Hajj 22: 5 dan
Surat An Nur 24 : 31
…kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi,
kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan ... (QS. Al-Hajj
22: 5)
Tafsir jalalain menyebutkan bahwa … kami keluarkan kalian dari
perut ibu-ibu kalian sebagai bayi lafal
Thiflan sekalipun berbentuk tunggal tetapi makna yang dimaksud adalah jamak
(kemudian) kami memberi kalian umur secara berangsur-angsur hingga dewasa dan kuat,
yaitu di antara umur tiga puluh tahun sampai empat puluh tahun ...
… atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita... (QS. An-Nur 24: 31)
Anak-anak
dalam penafsiran jalalain bahwa baik lafal Ath-Thifl bermakna jamak sekalipun
bentuk lafalnya tunggal belum memahami (tentang aurat wanita) belum mengerti
persetubuhan, maka kaum wanita boleh menampakkan aurat mereka terhadap
orang-orang tersebut selain antara pusar dan lututnya…[23]
Jadi, anak usia dini
dalam pandangan Al-Quran ialah, keturunan sebagai penerus orang tuanya baik
laki-laki maupun perempuan, ia masih dalam buaian belum mengerti tentang aurat
wanita dikateorikan usia 0-5 tahun tahun.
D.
Pengaruh pendidikan jujur dalam kehidupan.
Jujur
merupakan tindakan terpuji yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan berperan merubah pola pikir kearah yang lebih baik. Orang tua bertanggung jawab terhadap
pendidikan anak.[24]
Ia merupakan model bagi anak-anaknya karena ia madrasatul ‘ula.
Islam mengajarkan agar lebih dahulu mendidik diri sendiri sebelum
menyampaikan/mengajarkan kepada orang lain (QS.2:44), memberikan keteladanan
merupakan pendidikan awal agar anak bisa meyakini dan memperaktekkannya. Masa kanak-kanak
merupakan priode dimana anak mencontoh orang menjadi panutannya baik orang tua,
maupun kakak-kakanya. Keteladanan mempunyai andil yang sangat besar dalam pembentukan
karakter anak.
Pendidikan jujur
adalah pendidikan kepada anak agar ia bisa bertindak jujur, baik terhadap Allah,
dirinya sendiri, maupun kepada orang lain. Ia bisa jujur, baik bisa diawasi
setiap orang maupun tidak sedang diawasi. Sejak lahir anak dibekali fitrah
kebajikan dan kejahatan (al-Zalzalah 99:7-8), orangtua hendaknya mengarahkan
agar terbiasa sehingga tumbuh dengan akhlak yang baik. Sebagaimana pesan nabi
berikut “ didiklah anakmu dan ajarkan kepada mereka akhlak yang budi pekerti
yang baik.”[25]
Hadits ini mengandung
petunjuk agar kepala keluarga memberikan pendidikan kejujuran sejak dini sebab
mempengaruhi kemasa depan anak. Salah satu fungsi keluarga ialah fungsi
edukatif mendidik dan membimbing anak-anaknya.[26]
Jujur adalah sifat
mulia dan terpuji karena didalamnya terkandung sifat antara lain :
1. Keberanian
Katakanlah
walaupun itu pahit, kata-kata ini sering kita dengar dalam keseharian kita.
Jujur biasanya menjadikan seseorang dilema karena harus membuat pertimbangan
memilih menyampaikan/berbuat. Dengan tertanam jujur dalam jiwa anak maka dengan
berani ia mengatakan kebenaran sesungguhnya. Jujur membuat seorang bertindak
kebenaran.
Mereka itu adalah
orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu
berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah
kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (QS. An-Nisa 4:63)
Katakanlah:
Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku.
Al-Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman. (Qs. Al-A’raf 7:203)
2. Keterbukaaan
Jujur pastinya akan melahirkan sifat terbuka, dan tidak akan
menutupi sedikitpun apa yang dirasakan dalam hatinya, karena keterbukaan
melahirkan ketenangan tanpa ada rasa berdosa hati.
Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia
adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Qs.al-Baqarah 2:283)
Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya,
niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. (QS.
Al-Baqarah 2:284)
Dalam Al-Quran sebanyak 332 kali disebutkan tentang terbuka dengan
bentuk kata katakanlah (قُلْ) ini
menunjukkan keterbukaan sangat penting.
Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah tidak beruntung". (QS. Yunus 10:69)
3. Adil
Adil
merupakan sikap tidak berat sebelah, karakter jujur anak akan melahirkan sifat
adil pada anak. Ia tidak akan bohong, dan akan menetapkan sesuatu dengan
sebenar-benarnya.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. … (QS. An-Nisa 4:58)
4. menyampaikan
orang yang jujur akan senantiasa menyampaikan segala sesuatu tanpa
menutupi sedikitpun. Tidak akan ada dikurangi maupun dilebihkan, ia meyampaikan
segala sesuatunya karena sadar akan dirinya orang yang jujur.
"Aku
sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu. dan
aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf 7:
62)
E.
Bentuk-bentuk kejujuran
Imam al-Ghajali memberikan uraian yang luas tentang macam-macam
kejujuran kedalam beberapa hal antaralain :[27]
1.
Jujur dalam berbicara
2.
Jujur dalam niat dan kehendak, mengharap ridha Allah
3.
Jujur dalam bercita-cita
4.
Jujur dalam menepati janji dan semangat/tekad
5.
Jujur dalam beramal, bersungguh-sungguh dalam beramal
6.
Jujur dalam bekerja
7.
Jujur dalam perbuatan inilah kualitas paling tinggi derajatnya
F.
Tips mendidik anak bagi orang tua
Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah orangtuanyalah yang
menjadikan Yahudi, Nasrani maupun Majusi.
(HR. Bukhari Muslim) dan setiap anak itu bagaikan kertas kosong yang
siap ditulis oleh pendidik (orangtua) dan lingkungan. (johm locke) orangtua
merupakan pena pertama yang mengukir karakter anak, tangan pertama yang
mengukir jadi apa dan bagaimana kedepannya seorang anak. Pemenuhan fisik dan
psikologis perlu diseimbangkan, tidak boleh hanya sebelah saja yang diutamakan
maka akan terjadi ketimpangan. Beberapa tips untuk mendidik anak bagi orangtua
:
1.
Memiliki bekal ilmu
Menjadi orangtua bukanlah sekedar menyandang status bapak-ibu.
Namun ia juga perlu bekal berupa ilmu yang akan menghantarkannya menjadi
pendidik yang sukses bagi putera-puterinya. Ilmu akan menghantarkan orangtua
menyediakan rizki yang halal, dengan ilmu ia akan mengayomi keluarganya sendiri
dengan baik.
2.
Memiliki akhlak yang baik
Akhlak merupakan perangai, tabiat, sistem perilaku yang dibuat.
Akhlak akan terwujud jika dilakukan secara berulang-ulang (kontinyu), serta
timbul dengan sendirinya tanpa harus ditimbang, atau dipikir-pikir.
Dengan akhlak yang baik, tentunya anak akan menjadikan jujur
sebagai akhlak dalam kehidupannya karena mencontoh perilaku orangtuanya
sendiri. Alangkah baiknya jika orangtua memiliki akhlak yang baik, lemah
lembut, jujur, tidak kasar, sehingga akan meneteramkan keluarga. Dengan akhlak
yang baik ini pula tentunya akan menjadikan memudahkan orangtua mengajarkan
perilaku yang baik kepada anaknya.
3.
Mendidik dengan ikhlas
Ikhlas merupakan wujud tanggung jawab. Keikhlasan terwujud dengan
perilaku dengan mendidik sendiri tanpa harus menyewa babby sister. Kesalahan besar
dan tanpa alasan orangtua saat ini dengan memberikan anaknya didik oleh
oranglain (babby sister).
4.
Dilakukan dengan sabar tak
berbatas
Mendidik anak butuh kesabaran, tidak hanya diucapkan tetapi diekspresikan
melalui tindakan. Masa usia dini merupakan fase awal mempersiakan generasi yang
terbaik karena masa ini masa keemasan dan persiapan menuju akhlak masa depan.
Membiasakan kebiasaan baik tentu adalah pekerjaan yang tidak ringan, butuh
pembiasaan dan ekstra.
5.
Doa
Doa merupakan kekuatan dan senjata bagi setiap muslim, kekuatan
hebat walau tak terlihat, bentuk pengharapan setiap hamba kepada tuhannya.
kesuksesan orangtua dalam mendidik anak karena faktor doa kepada Allah swt. Seperti
pada doa berikut.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
dan orang orang
yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami
dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Furqan 25: 74)
Doa orangtua
kepada anak merupakan perisai dan kekuatan, ada tiga kelompok yang mudah
dikabulkan doanya diantaranya seperti dalam hadits berikut.
حَدَّثَنَا يَزِيدُ
أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا
هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ
دَعْوَةُ
الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
Telah
menceritakan kepada kami Yazid telah mengkabarkan kepada kami Hisyam dari Yahya
dari Abu Ja'far bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Salam bersabda: "Tiga doa yang pasti dikabulkan oleh Allah; doa
orang yang terzhalimi, doa seorang musafir dan doa orangtua kepada
anaknya." (HR. Ahmad)
Sifat jujur merupakan salah satu
menjadi penyenang hati orangtua untuk itulah orantua hendaklah selalu berdoa
saat berhubungan suami isteri, berdoa saat anak dalam kandungan seperti halnya
nabi Ibrahim (QS. Ash-Shaffat ; 100) dan nabi Zakaria (QS. Ali-Imran 3: 38),
serta berdoa setelah kelahiran anak denan mengakikahkan member nama yang baik
dengan memiliki arti merupakan sarana pendidikan untuk anak.
G.
Kiat membentuk karakter jujur pada anak sejak usia dini
Pembentukan
karakter jujur telah dimulai sejak anak pada usia dini (0-5 tahun). Masa ini
merupakan masa penting (keemasan) dalam proses perkembangan anak. Fase ini
menentukan karakternya dimasa depan, hal ini karena anak mencontoh apa yang
dilihat dan dirasakan dari perilaku lingkungannya, bahkan akan masuk terus
tersimpan kedalam bawah sadarnya (memorinya).[28]
Agar
terwujud menjadi karakter anak maka orangtua perlu menerapkan kepada anak tahap
demi tahap. Adapun kiat pembentukan karakter jujur pada anak sejak usia dini
ialah :
1. Penanaman
konsep dan uswah
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ .أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ عَلَى الْفِطْرَةِ
وَأَبَوَاهُ بَعْدُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ فَإِنْ
كَانَا مُسْلِمَيْنِ فَمُسْلِمٌ كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ يَلْكُزُهُ
الشَّيْطَانُ فِي حِضْنَيْهِ إِلَّا مَرْيَمَ وَابْنَهَا
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin
Sa'id telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz Ad Darawadri dari Al 'Ala
dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Salam bersabda: "Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah lalu
kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani dan
majusi (penyembah api). Apabila kedua orang tuanya muslim, maka anaknya pun
akan menjadi muslim. Setiap bayi yang dilahirkan dipukul oleh syetan pada kedua
pinggangnya, kecuali Maryam dan anaknya (Isa). (Muslim No.
Hadist : 4807 Kitab : Takdir Bab : Makna "Setiap
anak terlahir dalam keadaan fitrah….")
Hadits di atas menjelaskan bahwa anak terlahir dalam keadaan
fitrah atau suci, namun orang tualah yang sangat berperan dalam membentuk
karakter anak seperti apa. Untuk itulah
jika orang tua menginginkan anak jujur sampai tua, maka karakter tersebut harus
dibentuknya sejak sedini mungkin bahkan sejak dalam kandungan karena anak
belajar dimulai dari apa yang dia dengar dan rasakan. Namun harus didahulukan
oleh orangtua dalam berperilaku sebagaimana dengan perintah Islam mendahulukan
perilaku kemudian menganjurkan perilaku tersebut (2:44) untuk itu pendidikan
jujur harus diterapkan oleh kepala keluarga
kepada anak-anaknya.
2. Mengajarkan
agar mencintai karakter / perilaku jujur
Keluarga merupakan
wahana pendidikan pertama dan utama dalam Islam, dari keluarga pula pertama
kali mengenalkan niali-nilai positif, tempat pertama mendapatkan pengaruh yang selanjutnya
diterapkan kehidupan sehari-hari anak. Sebab pada masa tersebut apa yang
ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau
berubah sudahnya. Sehingga sejalan dengan penerapan jujur ini berkaitan erat
dengan risalah Islam, dan salah satu tujuan diutus Rasulullah ialah untuk
merubah karakter manusia dan menerapkannya.
Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia (HR. Ahmad) karena dalam diri Rasulullah telah ada suri
tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan ridha Allah (33:21). Maka perlu
di ajarkan sifat ini sehingga diperaktekkan oleh anak sebagaimana ungkapan
mutiara sayyid sabiq :
Didiklah
anak-anakmu dan ajarkanlah kepada mereka akhlak budi pekerti yang baik”[29]
ungkapan
ini mengandung petunjuk agar para kepala keluarga (orangtua) mendidik anak-anak
sehingga dapat berbuat sesuai dengan harapan kepala keluarga.
3. Membiasakan
anak perbuatan jujur dan benar-benar melakukannya dalam ibadah dan muamalah
Agar
sifat jujur ini selalu diaplikasikan oleh anak sejak dini, maka orangtua harus
mengarahkan agar anak memasuki lingkungan yang jujur. Pengaruh orangtua sangat
besar dalam hal apapun karena anak pada usia dini mudah diarahkan kemana saja
tergantung orang yang mempengaruhinya.[30]
Allah sendiri mengarahkan manusia agar selalu berkumpul dengan orang jujur.
Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar. (QS. At-Taubah 9: 119)
Dengan
berkumpul bersama orang yang benar (jujur) maka perilaku ini akan senantiasa
menjadi pakaian akhlak kita dalam kehidupan sehari-hari. Mencari sahabat yang
jujur, tetangga yang jujur, masyarakat jujur, jika tidak menemukan memulai dari
pribadi yang jujur, mengajak keluarga jujur, masyarakat jujur, agar jujur ini
menjadi bagian pribadi shalih kita. Amin.
H.
KESIMPULAN
Karakter
Jujur dalam Perspektif Al-Quran segala perkatan maupun tindakan yang ditampilkan
oleh setiap muslim denan secara benar karena ia mengikuti sifat Allah dan Rasul
Kepala
keluarga ialah orang yang menegakkan tanggung jawab sebagai pemimpin dan
pelindung, pengatur bagi keluarganya, ia berposisi sebagai imam dan teladan.
Baik ia bapak, ibu, maupun anaAnak dalam Al-Quran ialah keturunan yang
diamanahkan oleh Allah untuk dijaga serta dididik agar menjadi penerus setelah
peninggalan orangtua.
Pengaruh Pendidikan jujur dalam kehidupan ialah melahirkan sifat
mulia yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari yakni terbuka, amanah, adil
dan fathanah.
Kiat membentuk karakter jujur pada anak sejak usia dini ialah
dengan menanamkan konsep dan uswah, membimbing agar mencintai karakter
atau perilaku kejujuran, membiasakan perbuatan jujur dan benar-benar
melakukannya (ibadah dan muamalah)
I.
SARAN
Bagi
kepada kepala keluarga senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya agar
menjadi pembimbing karakter yang baik dan diteladani anggota keluaranya.
Diharapkan
kepada kepala keluarga agar menjadikan dirinya sebagai madrasatul ‘ula
kejujuran bagi anak-anaknya.
[1]
Sofyan Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: Alfabeta, 2008) h. 5
[2] Suara Darussalam, edisi VIII tahun 2 2014, h.20
[3] MD Isma Almatin, Dahsyatnya Hipnosis Learning, (Jakarta:Buku
Kita, 2010) h. 69
[4] Jurnal Al-Bayan, Vol. 18 No.25, 2012, h. 77
[5] Haekal, Sejarah Hidup Muhammad,(Jakarta: Pustaka Jaya: 1982)
Hal.71
[6]
Ahmad Arison Munawwir, Al-Munawwirkamus Arab-Indonesia, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997) h.770
[7] Ahmad Bin Khalil Jum’ah, Mutiara Kejujuran, (Jakarta :
Darul Haq, 2002) h. 14
[8] Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras li Alfadz
al-Qur`an al-Karim, (Bandung: Diponegoro, tt.) 513-515
[9] Jalaluddin As-Suyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibnu
Ahmad Al-Mahally, Tafsir Jalalain, 2008 hal. 18
[10] Sayyid Sabiq, Membunikan Prinsip-Prinsip Islam, (Surabaya :
Karya Agung, 2010) h. 294
[11] Al-Hafidh, Terjemah Riyadush Shalihin, (Surabaya: Mahkota,
1986) h. 60
[12] Ahmad Arison Munawwir, Al-Munawwirkamus... h. 1174
[13] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tanggerang: Lentera
Hati, 2007) h. 425 dan h. 423
[15] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tanggerang:Lentera
Hati, 2007) h. 423
[16] Ahmad Arison Munawwir, Al-Munawwirkamus... h. 40
[17] Fuad Abd al-Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras … h. 933
[18] Fuad Abd al-Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras… h.103
[19] Elizabeth B. Hurlock Psikologi Perkembangan, ed 5 (Jakarta:
Erlangga, 1980) h. 123
[20] Ahmad Arison Munawwir, Kamus Al-Munawwir... h. 4, 1580,
763, 856 dan 444.
[21]
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin ishaq Alu Syaikh. Lubaabut
Tafsir Ibni Katsir jil. 5 (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2003) h. 315
[22] Jalaluddin
Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan jalaluddin ‘abdurrahman bin abi bakkat
as-suyuti, Tafsiru al-Jalalain, 2008
[23] Jalaluddin
Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan jalaluddin ‘abdurrahman bin abi bakkat
as-suyuti, Tafsiru al-Jalalain, 2008, h. 54
[24] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Bimbingan Islam, (Jakarta
: Akafa Press, 1998) h.77
[25] Sayyid Sabiq, Membunikan Prinsip-Prinsip Islam, (Surabaya :
Karya Agung, 2010) h.364
[26] Abdus Syukur, Pendidik Berkarakter Qurani (Banda Aceh:
LKAS, 2012) h. 81
[28] Nur fajiah Rahmah, Mendesain Perilaku anak sejak dini (Surakarta:
Adi Cemerlang, 2012) h.3
[29] Sayyid Sabiq, Membunikan Prinsip-Prinsip … h.364
[30] Tim MQS Publishing, Jendela Keluarga (Bandung : MQS
Publishing, 2004) h. 6
0 komentar:
Posting Komentar